Pada Senin, 25 Agustus 2025, terjadi unjuk rasa yang digelar oleh sejumlah elemen masyarakat di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Demonstrasi ini menyoroti isu yang sangat sensitif, yaitu tingginya tunjangan dan gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencapai lebih dari Rp 100 juta per bulan di tengah tekanan ekonomi yang dialami masyarakat luas.
Massa demo menuding bahwa kenaikan tunjangan tersebut tidak sejalan dengan kondisi ekonomi rakyat yang mengalami kesulitan. Aksi damai pada awalnya berubah menjadi ricuh saat massa mencoba mendekati pagar utama Gedung DPR.
Polisi terpaksa menembakkan meriam air (water cannon) untuk menghalau massa yang mulai melempari petugas keamanan. Kericuhan pecah sekitar pukul 12.50 WIB saat pihak kepolisian menyisir massa dengan berjalan menyusuri Jalan Gatot Subroto. Massa berupaya memukul mundur aparat keamanan dan kemudian beralih ke Gerbang Pancasila, menutup Jalan Gelora.
Situasi semakin mencekam ketika sebuah ledakan petasan membuat massa kaget. Seorang peserta aksi terluka di tangan dan langsung dibawa pergi menggunakan sepeda motor. Demonstran yang sudah tidak terkendali berhasil mendobrak pintu kecil Gedung DPR dan menyeret satu unit sepeda motor ke dalam gedung yang kemudian dibakar. Api membumbung tinggi dengan asap hitam mengepul ke udara.
Kerusakan bertambah parah saat massa merusak pos satpam DPR. Aparat keamanan akhirnya melepaskan tembakan gas air mata guna membubarkan massa yang mulai anarkis. Kerusuhan ini menyebabkan sejumlah fasilitas umum di kawasan sekitar rusak, seperti pos polisi, rambu lalu lintas, dan pembatas jalan. Demonstran juga terpencar ke berbagai ruas jalan, termasuk kawasan Gerbang Pemuda dan Kolong Jembatan Pejompongan.
Demo ini menjadi sorotan nasional karena menyangkut isu kesejahteraan anggota legislatif berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi masyarakat yang menurun drastis.
Demo 28 Agustus 2025 Aksi Besar Buruh dan Kericuhan di Kawasan Senayan
Empat hari setelah demo pertama, pada Kamis, 28 Agustus 2025, unjuk rasa kembali meletus di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Kali ini, aksi demonstrasi diikuti oleh sekitar 10.000 buruh dari kawasan Jabodetabek yang menuntut hak dan kondisi kerja yang lebih baik.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan bahwa aksi buruh tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga serentak di 38 provinsi lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Tuntutan utama adalah isu buruh dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan selama aksi berlangsung.
Namun, demo yang awalnya damai berubah menjadi ricuh pada sore hari sekitar pukul 17.25 WIB. Massa mulai bergerak maju ke arah aparat setelah sebelumnya mundur dari Jalan Gerbang Pemuda. Bentrokan pecah di kawasan DPR, Gelora Bung Karno (GBK), dan Pejompongan. Gas air mata ditembakkan oleh polisi untuk membubarkan massa.
Situasi menjadi makin mencekam saat massa membakar pos jaga di stadion GBK, melemparkan berbagai benda ke arah polisi, dan pembakaran fasilitas umum terus berlanjut. Terdapat laporan bahwa oknum aparat diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap beberapa demonstran, termasuk pemukulan dengan bambu dan helm.
Ribuan massa, yang terdiri dari pengemudi ojek online (ojol) dan warga, bertahan hingga dini hari di kawasan Mako Brimob Kwitang meskipun beberapa kali dihalau dengan gas air mata. Suara letusan petasan dan asap gas air mata memenuhi udara, menciptakan kondisi yang sangat tidak kondusif bagi warga sekitar.
Demonstrasi ini juga memicu gangguan lalulintas dan aktivitas publik di Jakarta. Polisi mencatat adanya sejumlah penangkapan dan kerusakan fasilitas umum akibat kericuhan tersebut.
Massa buruh mengingatkan pemerintah agar memperhatikan aspirasi mereka dan menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi yang sah dan harus dihormati tanpa kekerasan.